Rabu, 09 September 2009

Cerpen

Harapan

Sinar mentari menghangatkan pagi. Cengkraman hangatnya membangunkan semangat insan untuk kembali menjalankan aktivitas mereka. Hari ini hari minggu. Waktunya libur. Namun hari ini bukan waktunya untuk istirahat panjang. Acara Rapat Anggota Tahunan (RAT) LDK Nurul Fata masih terus dilanjutkan. Alhamdulillah hari ini terakhir. Kubiarkan saja rendaman cucianku. Toh, acaranya akan berakhir sebelum Ashar. Aku sudah terlambat pastinya. Sang waktu telah menunjuk pukul 08.45. Ahyaruddin, teman satu kosku juga sudah berangkat. Dia sudah mendesakku tadi. Yah…tapi aku tahu bagaimana tradisi organisasi kampus di sini dalam soal waktu. Istilah “Ngaret” bukan hal baru. Hal seperti ini patutnya dikoreksi. Tapi mau bagaimana lagi, aku sendiripun sudah turut mengamini kebiasaan ini.
Wal hasil pukul 09.30 aku baru berangkat ke kampus. Setibanya di lokal XI dan XII PBA, acara sudah dimulai. Terlambat lagi....Acara rapat masih berkutat pada pembahasan AD/ART. Istilah untuk Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang ibarat Undang-undang dalam suatu negara. Setiap tahun dibahas dalam RAT dan ini memakan waktu paling lama. Pembahasannya seputar kata-kata dan beberapa tentang tanda titik dan koma. Lebih cocok kurasa kalau yang membahas para dosen atau mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia. Ada juga sih yang penting. Tapi, pikirku, kenapa fotocopiannya tidak dibagi sebelumnya, biar dibaca dahulu, terus dirasakan kurang cocok baru dibahas dalam rapat. Simple kan n gak boros waktu. Tapi, biasanya kan di kost malas baca. Itu sih salah sendiri, sudah mahasiswa kan. Ah, sudahlah, pikirku telah melayang, kembali ke acara. Kan aku juga menikmati dan kadang terlibat dalam diskusi, so, jangan so kritis deh.
Pukul 03.00 pembahasan AD/ART baru selesai. Duh capenya...molor lagi deh dari manual acara. Hal paling rumit dibahas adalah mengenai urusan iuran anggota. Iya sich, urusan uang memang kadang rumit n sensitif untuk dibicarakan, but itu penting. Acara berlanjut ke pemilihan ketua. Ini nih acara yang paling di tunggu. Dgup, suara jantungku. Wah, jangan-jangan firasatku tadi pagi benar bahwa aku aku terpilih jadi salah satu kandidat ketua. “Tapi tenang”, hatiku berujar, “toh aku sudah mempersiapkan meriam kata sebagai senjata jitu menolak dipilih jadi calon ketua.”
Setiap orang menuliskan dua calon ketua (formatuer) dalam kertas yang dibagikan panitia dan yang memperoleh tiga suara atau lebih maka terpilih sebagai calon ketua, begitu peraturannya. “Jadi yang terpilih sebagai calon ketua adalah Ahyaruddin, Zailani, M. Zulkifli, Yansyah, dan Riswan Hafidzi” kata Hafiz dengan gaya khasnya setelah semua kertas suara dibuka. “Apa kataku,” dalam hati, “terpilih juga kan.” Tapi dalam pemilihan kali ini ada juga yang menarik. Pasalnya, LDK NF (nama keren Nurul Fata) punya emansipasi dalam suara, buktinya ada akhwat yang terpilih meski suara mereka tak mencukupi persyaratan menjadi calon ketua. Siti Sabariah dan Ida Mahmudah, dua nama ini seolah pelopor dalam sejarah. Sejak berdirinya fata, belum ada akhwat yang berhasil masuk jadi calon ketua, setidaknya sampai hari itu. Top Euy...
Sekarang saatnya setiap Balon (bakal calon) memberikan pernyataan kesediaan menjadi calon ketua. aku bisa duduk tenang, toh dibenakku, telah tersusun kata-kata. Ahyaruddin maju pertama.
“Sebelumnya ana berterima kasih atas kepercayaan kawan-kawan semua. Saya berprinsip sebagimana guru saya, ‘mau dipimpin, siap memimpin’, maka ana bersedia menjadi calon ketua. Adapun mengenai visi dan misi, sama seperti visi Fata saja, menjadikan lembaga dakwah yang berdasar Al-Qur’an dan Sunnah. Adapun misi, ana ingin mengembangkan lebih kepada sisi spiritualitas. Sekian terima kasih.”
Tepuk tangan hadirin membahana menutup pernyataan Ahyaruddin. Selanjutnya Zailani. Setelah mukaddimah dia berujar.
“Ana sebelumnya telah minta persetujuan orang tua, apakah ana boleh jadi ketua, dan mereka menyetujuinya. Namun tatkala ana bertanya pada salah seorang teman ana, yang insya Allah orangnya berhati bersih jua tuh, kata Izai dengan logat Kandangannya, ana menjadi merasa tidak pantas untuk menjadi ketua. Kawan-kawan sekalian tahu bagaimana akhlaq ana dan ana tidak mau LDK tercoreng namanya karena kelakuan ana nantinya. Jadi, ana mohon maaf tidak bisa.”
Hadirin kecewa. Next, giliran Zulkifli, salah satu calon yang mendapatkan suara terbanyak, 11 suara, di banding calon lainnya.
“Saya berjalan di tepian dan terjatuh, saya bangun dan berjalan lagi, namun terjatuh lagi, saya bangun untuk ketiga kalinya dan akhirnya terjatuh juga. Berjalan sendiri saja saya terjatuh, apalagi jika harus ditambah dengan meletakkan sebuah amanah besar dipundak saya. Sungguh, saya tak sanggup. Saya merasa tak mampu memimpin Nurul Fata. Maaf.” Dengan gaya bahasa puitis itu, Zulkifli menolak. Raut mukanya yang menggambarkan kejujuran akan ketidakmampuan diiringi dengan suara dan bahasanya yang berusaha memohon untuk bisa dipahami menjadikan hadiran seolah tak bisa berkata tidak atas pilihannya itu. Dgup, ini giliranku.
“Terima kasih atas kepercayaan dan bukan bermaksud mengecewakan”. Setelah kata ini terucap raut muka hadiran telah berubah, tahu isyarat kata apa yang akan aku ucapakan. “Setelah saya menyadari bahwa tugas sebagai bendahara Umum di LDK Amal belum bisa saya jalankan secara optimal, maka saya pun mengakui bagaimana mungkin saya bisa menjadi ketua LDK Nurul Fata. Saya tidak ingin ada ketimpangan di saat saya memimpin. Akan sulit berlaku adil dalam memimpin dua hal pada waktu yang sama meskipun keduanya memiliki tujuan serupa. Jadi, sekali lagi mohon maaf, saya tidak bisa.”
Aku duduk kembali ke kursiku di dekat ahyaruddin. Lega rasanya. Terakhir, giliran Riswan, hadirin kiranya memiliki harapan yang sama agar Riswan tidak mengundurkan diri. Ini calon terakhir. Kalau dia mundur juga, maka Ahyar menjadi calon tunggal.
“Ana menyadari kaitu nah, dengan logat Kandangan juga, seorang ketua itu harus memilki wawasan luas terutama dalam hal keagamaan. Apalagi ini LDK, lembaga dakwah. Seorang ketua akan mencerminkan bagaimana organisasi tersebut. Saya tidak mau nanti ada sebutan di luar, “Kaya itulah ketua LDK”. Karena itu, ana merasa, ana belum pantas.
Hahhh...kapan pantasnya y. Keempat balon mundur. Otomatis Ahyaruddin terpilih sebagai calon ketua. Namun, tidak semudah itu. Diskusi terjadi dan berjalan alot. Hadirin menginginkan ada calon lain agar ketua benar-benar dipilih lewat permusyawarahan. Diskusi mengalir lama hanya untuk membahas masalah ini. Hingga akhirnya Akh Husaini berkata, “kalau begini diskusi kita tidak selesai, sebaiknya kita semua shalat Ashar dulu untuk menenangkan diri.” Semua hadirin sepakat dengan ini. Ashar telah berlalu 20 menit.
Sehabis Ashar diskusi lebih tenang. Kali ini Ahyaruddin di suruh untuk keluar. Di dalam diadakan Lobby (membujuk) para peserta yang telah mengundurkan diri sekiranya mau berubah pikiran. Namun semuannya tetap, termasuk aku. Tak ada yang mau. Miris, regenerasi watak kepemimpinan seolah surut. Tiga puluh menit diskusi, akhirnya semua sepakat Ahyarudin dipilih sebagai ketua dengan suara bulat. Alhamdulillah.
Ahyaruddin masuk dan dipersilakan memberikan sambutan.
“Alhamdulillah, ana bersyukur pada Allah dan berterima kasih kepada Ikhwan dan Akhwat yang telah mempercayakan ana sebagai ketua. Dan di sini ana minta kerjasamanya karena kalian telah memilih ana, berarti kalian semua mau bekerjasama dalam usaha memajukan Fata. Sekali lagi ana ucapkan, Syukran.”
Suara tepuk tangan mengisi ruangan bersama tiap wajah yang dihiasi dengan keriangan. LDK Nurul Fata kini memiliki ketua baru. Senyum kini menghiasi wajah peserta RAT. Senyuman-Senyuman yang berisi harapan tentang bagaimana LDK NF setahun ke depan

penulis : yansyah TBI 07

1 komentar:

Hany JalaVaty mengatakan...

Subhanallah !!!!!
Benar"cerita yg sangat mengesankan.....

Posting Komentar

Silahkan tuangkan komentar anda dibawah ini